Transfer pricing adalah penetapan
harga atas transaksi penyerahan barang berwujud, barang tidak berwujud, atau
penyediaan jasa antarpihak yang memiliki hubungan istimewa.
Transfer pricing merujuk
pada pengaturan,analisis,dokumentasi,pengaturan,dan penyesuaian biaya
yang dibuat antara pihak terkait untuk barang,
jasa, atau penggunaan kekayaan (termasuk aset
tidak berwujud).
Transfer
Pricing merupakan modus operandi kejahatan kerah putih yang paling
canggih. Karena kejahatan ini melibatkan keahlian dibidang hukum perpajakan
internasional, akuntasi dan berbagai sistem perdagangan yang
diadopsi oleh hukum International.
MODUS-MODUS TRANSFER
PRICING
1.Pembentukan Agent.
Cara ini adalah perusahaan di Indonesia sebagai prudusen
menjual barang langsung ke induk perusahaan diluar negeri. Tapi dijualnya
melalui agent di Singapore atau Hong Kong atau dinegara yang pajaknya rendah.
Agent ini sebetulnya dimiliki oleh Group perusahaan ( Pembeli dan penjual ) itu
sendiri. Harga jual kepada agent dibuat serendah mungkin agar pajak dibayar
didalam negeri jadi rendah. Kemudian agent itu me repacking barang dan
menjualnya kepada induk perusahaan dengan harga tinggi. Induk perusahaan akan
membayar mahal tentu agar labanya jadi rendah dibanding harga beli. Dalam hal
ini, laba bagi penjual / produsen rendah, laba bagi pembeli juga rendah. Laba
tinggi ada di agent yang berada dinegara yang pajaknya rendah.
Secara keseluruhan perusahaan menumpuk labanya dinegara
yang tingkat pajaknya rendah. Dana ini siap digunakan kapanpun dengan skema
pinjaman melalui pembelian bond oleh agent itu sendiri. Lagi lagi bunga dan
commitment fee akan menjadi beban Induk perusahaan dan anak perusahaan. Dan ini
akan mengurangi laba perusahaan dimasa datang. Modus operandi tersebut diatas
bisa juga dibalik, Indonesia sebagai pembeli ( buyer ) dan pihak induk
perusahaan sebagai penjual (seller ). Ini biasanya berkaitan dengan kebutuhan
teknologi industri bagi perusahaan yang berafiliasi dengan TNC di luar negeri.
2.Pinjaman dana.
Kita tahu semua bahwa tidak ada perusahaan bisa
berkembang tanpa dana. Perusahaan transnasional selalu bila mendirikan
perusahaan di Indonesia, tidak pernah menggunakan skema uangnya sendiri. Dan
jarang mereka meminjam langsung ke institusi keuangan. Umumnya dana awal untuk
pembangun project atau
Pengambil alihan perusahaan
menggunakan dana private investor. Bank hanya bertindak sebagai channeling
agent. Karena namanya prinvate investor maka dikenal juga dengan istilah
sophisticated investor. Bunganya pasti tinggi dibanding bunga pasar. Bahkan
bisa dua kali lipat dari bunga pasar,. Kemudian ada commitment fee yang harus
dibayar, Ada juga lending fee dan banyak lagi fee yang harus dibayar. Ini sah
saja karena maklum private investor yang lebih memikirkan rent fee.
Jadi ketika awal perusahaan ini berinvestasi didalam
negeri, sudah dibebani ongkos modal yang mahal ( Cost of fund ). Ini tentu akan
mengurangi pajak perusahaan. Padahal private investor itu sendiri pemiliknya
adalah pemilik project itu sendiri.Artinya dia pinjam dengan dirinya sendiri.Tapi karena direkayasa oleh ahli
hukum,akuntan, banker maka semuanya kelihatan formal dan wajar. Modus operandi
ini umunya banyak digunakan oleh perusahaan yang bergerak dibidang tambang dan
Migas, infrastruktur, property dan plantation. Mereka punya underlying untuk
membuat cost of fund mahal, yaitu resiko investasi yang tinggi, Tekhnologi
explorasi yang sulit dan contry risk yang tinggi , dll..
3.Pembebanan biaya intengible.
Dengan diratifikasinya hak patent dan property right
dalam WTO maka biaya intengible dapat ditempatkan sebagai biaya mengurangi
pajak. Hampir semua perusahaan asing yang berafiliasi dengan perusahaan didalam
negeri, menetapkan management fee, brand fee, technologi fee. Jumlah
sesuai kesepakatan. Karena namanya afiliasi maka deal dapat dibuat tidak bertanggung jawab. Belum lagi ada keharusan untuk
membeli bahan penolong, jasa pendukung (Consultant fee ) dan bahan utama dari
induk perusahaan. ( Principal ).Tentu harga direkayasa lagi. Kemudian para
tenaga akhli yang ditempatkan diperusahaan afiliasi digaji diatas standar gaji
mereka dinegaranya. Alasannya karena bekerja diluar negeri. Dari semua ongkos
inilah pajak menjadi rendah. Dan pendapatan akumulasi induk perusahaan menjadi
besar.
Modus ini umum digunakan oleh perusahaan TNC di bidang
Migas untuk mengurangi sharing pemerintah lewat membebani cost project untuk
mendapatkan kembali cost recovery. Data jumlah pruduksi BP-MIGAS jauh lebih tinggi bila
dibanding data volume produksi Departement Keuangan. Artinya ketika memproduksi
mereka meninggikan produksi agar semakin besar cost recovery yang
berhak mereka terima dan ketika menjual dibuat rendah agar pajaknya juga
rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar